Motivation

"Berani Itu Emas" (Mario Teguh)
"Yakinlah! Maka Anda akan Mendapatkannya" (Martha Zhahira El-Kutuby)

Minggu, 29 September 2013

Pilar Disiplin

Narasumber: Dr. Yetty Morelent, M. Hum ( Dosen Universitas Bung Hatta)

Karakter adalah suatu penilaian subjektif terhadap kepribadian seseorang yang berkaitan dengan atribut kepribadian yang dapat dan tidak dapat diterima oleh masyarakat. Karakter adalah jawaban mutlak untuk menciptakan kehidupan yang lebih baik.

Beda karakter dengan kepribadian atau sifat dasar:
Kepribadian adalah hadiah dari Tuhan Sang Pencipta saat manusia dilahirkan. Setiap orang yang memiliki kepribadian, tentu ada kelemahan dan ada kelebihan baik dari aspek sosial maupun dari pribadinya.
Kepribadian manusia ada 4, yaitu:
1. Koleris
2. Sanguinis
3. Plegmatis
4. Melankolis

Prinsip karakter adalah perubahan tingkah laku yang tadinya kurang baik jadi lebih baik lagi.

Disiplin adalah kepatuhan terhadap segala peraturan, harus tunduk pada pengawasan dan pengendalian.
Disiplin bertujuan:
1. Untuk mengembangkan watak kita agar dapat mengatur pribadi kita maupun kelompok. Jadi, yang dimaksud dengan disiplin itu adalah pengendalian diri. Jika kita sudah terbiasa disiplin berartu kita sudah mampu mengendalikan diri kita.
2. Sebagai sikap mental individu kita
Orang yang disiplin, dia tidak akan suka dengan orang yang tidak jelas hidupnya. Biasanya,orang-orang yang mempunyai sikap mental disiplin itu, segala kehidupannya tertatur dan tidak sembrono.

Kalau melihat di masyarakat, itu dapat dikembangkan melalui masalah-masalah di tengah masyarakat, seperti kepatuhan, taat kepada segala peraturan yang ada, dan punya tata tertib. Kesadaran itu akan lahir dari hatinya masing-masing.

Disiplin adalah faktor utama sebuah keberhasilan. Tapi, saat sekarang di lingkungan perguruan tinggi sikap disiplin ini masih sangat kurang. Ini sedah menggejala di mahasiswa.

Kebiasaan disiplin ini harus ditanamkan secara berulang-ulang di diri mahasiswa. Solusinya, setiap mahasiswa itu buatlah agenda yaitu agenda kegiatan harian. Misalnya, hari ini kita mau mengerjakan apa saja, buat catatannya. Pada saat mau tidur, dievaluasi. Apakah semua catatan yang dibuat tadi sudah terlaksana atau belum, kalau belum dievaluasi, itu tandanya kita tidak mengatur waktu dengan baik. Tapi, kalau kita bisa mengatur waktu dengan baik, itu bisa terlaksana dengan baik. Kalau kita sudah bikin catatan, biasakan untuk mentaati apa yang diucapkan.

Kata Guberbur Irwan Prayitno :"Orang yang bersunggguh-sunggguhlah yang akan berhasil dalam hidupnya".

Bersungguh-sungguh itu harus diikuti dengan disiplin, kalau orang yang tidak disiplin berarti dia tidak bersungguh-sungguh. Orang yang tidak disiplin itu mudah melanggar waktu yang sudah disepakati, kalau belajar itu ogah-ogahan.

Contohnya, dijalan raya ada tulisan P berarti dilarang parkir, kita lihat banyak juga mobil yang parkir disamping larangan itu. Kecenderungan masyarakat sekarang, apabila ada yang mengatur pasti akan disiplin, tapi kalau tidak ada ya tidak disiplin. Disiplin itu bukan karena diatur orang lain, tapi harus kita yang mengatur disiplin itu sendiri.

Dalam pembelajaran, tentu sangat penting guru. Guru/dosen itu harus mengajarkan siswanya disiplin supaya kualitas proses belajar mengajarnya itu tambah baik. Apabila guru/dosen tidak disiplin, sekolah itu akan kacau, proses belajar mengajarnya terganggu. Untuk memperoleh kualitas belajar mengajar yang baik, harus disiplin dengan waktu supaya tujuan tercapai dengan baik. Caranya jangan datang terlambat.

Disiplin jelas membentuk karakter yang akan menjadi pribadi yang kuat. Jadi, kiat-kiat untuk berhasil dan sukses yang paling menentukan itu adalah faktor disiplin. Contoh, kita mau ujian, jika kita tidak atur waktu dari awal, kita tidak bisa menjawab ujian. Agar ujian itu lancar, buat rencana untuk mengatur waktu belajar. Biasanya, orang-orang disiplin punya prinsip yang kuat dalam dirinya.

Orang yang disiplin tidak akan pernah melanggar janjinya, karena sudah punya prinsip. Orang yang tidak disiplin selalu dipengaruhi dengan hal-hal yang buruk. Orang yang tidak disiplin tidak akan sukses.

Disiplin itu bisa mendorong orang untuk tetap mengerjakan ide atau rencana walaupun semangat dan antusiasnya mulai memudar. Orang yang disiplin dekat dengan orang yang bertanggungjawab, orang yang tidak disiplin akan tidak bertanggungjawab.

Sholat mengajarkan kita disiplin karena sholat ada waktu-waktunya. Semua itu tergantung kebiasaan kita, bila kita terbiasa melanggar maka akan tetap melanggar.

Cara menerapkan disiplin kepada diri sendiri adalah berjuang untuk melakukan disiplin kepada diri sendiri. Orang yang disiplin itu akan sangat dekat dengan kesuksesan. Orang yang disiplin akan mendengar langsung dari sumber pertama bukan yang kedua. Kalau mendengar dari sumber kedua itu tidak utuh informasi yang disampaikan.

Disiplin itu dibangun dari kebiasaan, kebiasaan dibentuk dari karakter disiplin itu sendiri.
Sifat disiplin diri itu adalah:
1. Pengetahuan diri
    Orang yang tahu siapa dirinya akan tahu tujuan hidupnya.
2. Kesadaran
    Banyak orang yang tidak menyadari bahwa dia tidak disiplin. Kalau dikasih tahu, dia merasa dia sudah disiplin. Orang yang sadar akan mengatur ritme hidupnya.
3. Komitmen
    Orang yang berakar displin dari dalam dirinya akan mempunyai komitmen.
4. Keberanian
    Keberanian orang disiplin adalah keberanian menanggung resiko.

Apabila kita sudah belajar tapi belum bisa juga maka kita harus instrospeksi diri. Belajar tanpa berdoa itu tidak bisa. Berdoa saja tanpa belajar itu juga tidak bisa.

Disiplin itu mampu menjadikan seseorang sebatang emas yang berkualitas baik. Menurut Eva Ainul Falah bahwa salah satu untuk merubah budaya manusia adalah dengan sholat berjamaah. Sholat berjamaah itu mendidik kita untuk disiplin.
Disiplin itu harus diterapkan dari kecil. Manfaat mengajarkan disiplin kepada anak sejak dini:
1. Menumbuhkan keteraturan dalam lingkungan
2. Dapat menumbuhkan kepedulian
3. Mengajarkan keteraturan dalam hidupnya
4. Menumbuhkan ketenangan
5. Bisa memupuk rasa percaya diri anak
6. Mengajarkan anak mandiri
7. Dengan disiplin, anak bisa menumbuhkan keakraban
8. Membantu perkembangan otak
9. Membantu anak untuk mudah beradaptasi
10. Menumbuhkan kepatuhan dan taat

Kesimpulan:
Untuk mewujudkan karakter disiplin, diperlukan secara seksama bahwa seseorang itu haru merubah dirinya, terutama perubahan dalam membangun dirinya agar lebih maju, kreatif, berani dan berdisiplin. Kiat-kiatnya adalah kenali siapa dan bagaimana diri kita, kenali lingkungan, siapkan tujuan hidup, bahwa dengan disiplin itu kita akan bisa menjadi sukses.

Sabtu, 13 April 2013

Rezeki Mata Uji Madrasah Kehidupan


 dakwatuna.com – Rezeki dalam kehidupan manusia persis seperti air hujan terhadap tanaman. Ketika curah hujan cukup, tanaman pun kian menghijau, berbunga, dan akhirnya menghasilkan buah. Bedanya dengan tanaman, manusia mestinya tak perlu layu ketika rezeki tak kunjung turun.
Namun, sifat manusia memang selalu tergesa-gesa. Kala rezeki tak menetes dari langit, tak sedikit orang berpikiran pendek. Frustasi. Dan memilih layu dan gugur tanpa arti. Media massa pernah mengabarkan seorang ibu dengan menggendong balita menceburkan diri ke air danau berkedalaman puluhan meter.

Media juga mencatat seorang ibu membakar diri karena bingung tak lagi punya uang untuk makan. Ia hangus terbakar bersama dua balitanya yang sedang sakit. Na’udzubillah.

Rasa lapar kadang membuat manusia kehilangan akal sehat. Hilang akal hilang martabat. Media pernah memberitakan seorang suami tega “menyewakan” isterinya ke lelaki lain lantaran tak punya uang untuk mengontrak toko. Na’udzubillah.

Masih banyak lagi kisah getir sejenis diungkap media massa. Mempertontonkan keputusasaan manusia. Keputusasaan itu berpangkal pada himpitan ekonomi.

Sedihnya, sebagian besar mereka muslim. Entah apakah mereka pernah sempat mendengar di tempat pengajian bahwa urusan rezeki sangat berkait dengan keimanan seseorang. Rezeki, selain sebagai anugerah, juga sarana ujian: seberapa tinggi mutu keimanan seorang hamba Allah ketika ia mendapati takaran rezekinya.

Memang, tidak semua sisi yang berhubungan dengan rezeki menjadi urusan pribadi. Makmur tidaknya seorang anak manusia, boleh jadi, sangat berkait dengan kebijakan pemerintahnya. Penyediaan lapangan kerja, pemberian subsidi buat bahan pokok, kemudahan pinjaman modal; adalah di antara bentuk kebijakan yang sangat berpengaruh buat kemakmuran warga sebuah bangsa.

Namun, ketika kenyataan tidak seperti yang diinginkan, semua kembali pada kekuatan pribadi masing-masing. Dan salah satu kunci kekuatan adalah benteng keimanan. Inilah yang akhirnya sangat menentukan apakah seorang hamba Allah bisa tahan dengan problem rezeki.

Ada beberapa lubang kesalahpahaman soal rezeki yang kerap menjebloskan seseorang ke dalam kubangan kehinaan. Dan lubang-lubang itu terus berubah bergantung pada siapa yang akan jadi target. Pertama, anggapan bahwa rezeki sebagai kunci segala masalah. Inilah yang akhirnya menjadikan seseorang mengalami pergeseran tujuan hidup. Karena rezeki jadi sumber solusi, rezeki pun menjadi tujuan. Bukan lagi sekadar sarana yang boleh ada, boleh tidak.

Orang yang terjeblos pada anggapan ini, akan menghalalkan segala cara. Apa pun ia tempuh asal bisa dapat banyak rezeki. Dan jika akhirnya rezeki luput, ia akan putus asa. Baginya, kehidupan tak lagi punya arti tanpa rezeki. Maha Benar Allah dalam firman-Nya, “(Kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri.” (Al-Hadiid: 23)

Dalam cakupan yang lebih besar, pengalaman membuktikan bahwa kejatuhan seorang muslim -termasuk pada dai dan ulama– karena mereka terjeblos pada lubang jenis ini. Mereka pun dipermainkan kepentingan materi. Ada yang saling bermusuhan, ada yang rela menjadi kacung-kacung kekuasaan (misalnya Bal’am, seorang ulama Bani Israil yang menyangga kekuasan Fir’aun). Mereka rela melakukan apa pun asal tetap dapat rezeki. Na’udzubillah.

Kedua, anggapan rezeki berbanding lurus dengan tingkat ketakwaan seseorang kepada Allah swt. Anggapan ini yang di antaranya menjadi sebab tergelincirnya hamba-hamba Allah dari keikhlasan. Bahkan mungkin, bisa berubah menjadi kufur.

Tidak semua bentuk kasih sayang Allah swt. terlimpah langsung di kehidupan dunia. Bahkan boleh jadi, pengecilan takaran rezeki buat seseorang adalah di antara bentuk kasih sayang Allah terhadap orang itu. Karena tidak tertutup kemungkinan, orang justru jadi tidak lagi taat ketika rezekinya berlimpah.

Hal itulah yang pernah dialami salah seorang pengikut sekaligus keluarga dekat Nabi Musa a.s., Qarun. Ketika pintu rezeki terbuka lebar, ia justru berubah kufur. “Sesungguhnya Qarun adalah termasuk kaum Musa (anak paman Nabi Musa), maka ia berlaku aniaya terhadap mereka, dan Kami telah menganugerahkan kepadanya perbendaharaan harta yang kunci-kuncinya sungguh berat dipikul oleh sejumlah orang yang kuat-kuat. (Ingatlah) ketika kaumnya berkata kepadanya: ‘Janganlah kamu terlalu bangga; sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang terlalu membanggakan diri.” (Al-Qashash: 76)

Kalau rezeki berbanding lurus dengan tingkat taat dan takwa, tentu orang yang paling kaya di seluruh penjuru dunia adalah para Rasul, sahabat, dan orang-orang saleh. Tapi, fakta sejarah tidak mengatakan itu. Sebaliknya, merekalah yang selalu berlimut sederhana. Bahkan, Rasulullah saw. pernah berpuasa setelah mendapatkan kabar dari isterinya kalau isi dapur memang benar-benar kosong.

Rezeki adalah salah satu di antara sekian mata pelajaran yang Allah ujikan dalam madrasah dunia ini. Banyak rezeki ujian, begitu pun ketika sedikit. Jangan sampai kita tidak pernah lulus di dunia keadaan itu. Banyaknya menjadi boros dan sombong, sedikitnya menjadi putus asa dan kufur.