Motivation

"Berani Itu Emas" (Mario Teguh)
"Yakinlah! Maka Anda akan Mendapatkannya" (Martha Zhahira El-Kutuby)

Sabtu, 24 Desember 2011

Bersahabat dengan Cinta

Cinta!
Adalah hal tak asing lagi di telinga sebagian manusia diatas dunia ini...
Mereka yang mempunyai cinta akan membutuhkan kasih sayang yang sesungguhnya untuk dijadikan sebuah ketaatan akan cinta. Bisa kita rasakan setiap kehadiran cinta akan membuat kita semakin bersusah untuk mempertahankan. Salah satu hal yang tak bisa dihilangkan dengan cinta adalah kasih yang tulus. Bertahan dengan cinta itulah yang dinamakan pengorbanan.

Ada sebuah kejujuran dari para pecinta di dunia ini yang akan membawa dunia semakin berwarna. Mereka akan membuahkan sebuah keberhasilannya yang dikarenakan oleh cinta. Bersahabat dengan cinta bukanlah hal yang memalukan bagi sebagian kecil orang. Mereka akan membuat orang-orang yang sedih menjadi pribadi yang selalu tersenyum untuk ke depannya.

Ada sebuah keraguan dalam hal yang sama. Mereka yang mempunyai dunia dengan cinta akan berbuat banyak pada usahanya yang sungguh dihargai dengan cinta yang tulus. Orang yang bekerja dengan cinta akan merasakan betapa indahnya hidup dengan sebuah cinta yang damai tanpa ada yang dibencinya dalam pekerjaannya. Itulah orang yang mampu membuat dunia kerja semakin nyata dan bernilai.

Bagi kalangan pelajar, cinta sering diartikan dengan rasa suka kepada lawan jenis sehingga mereka akan mengupdate setiap status facebook yang berisikan bahwa dia sangat cinta si "Dia". Padahal, semua itu hanya tipu muslihat hati mereka yang hanya mencintai sementara. Cinta dalam kalangan pelajar sebaiknya dengan cinta yang sekedarnya tapi dalam dan bermakna. Berbagi dengan cinta dengan teman akan terasa indah.

Belajar dengan cinta membuat semua pelajaran hidup semakin dinikmati dan bernilai positif. Tak ada salahnya jika kita bisa bercinta dengan kehidupan kita yang semakin hari semakin dilanda kesulitan yang akan berakhir masalah.

Ucapkanlah kata "TERIMA KASIH" kepada cinta yang telah menghampiri Anda pada setiap langkah dan liku kehidupan Anda. Sesungguhnya tanpa cinta hidup tak bermakna dan tidak pula berwarna. Cintailah setiap aktivitas dan pekerjaan yang Anda lakukan.

Martha Syaflina
Salam Cinta buat Sahabat yang sedang dalam Perjalanan
Mencari Makna Cinta Sejati 




Menjadi Sahabat yang Baik

Sahabat!
Dia mempunyai arti yang menarik untuk dikupas sacara tuntas tapi dunia tak pernah tuntas membahasnya dalam liku seorang sahabat yang semakin bingung ditimpa masalah dengan sahabatnya. Boleh dikatakan bahwa sahabat bisa menjadi teman hati yang tak terlupakan bahkan bisa menjadi teman yang sehati juga senasib dengan kita. Tapi, ada disisi lain bahwa sahabat menjadi penghancur baginya. Mengapa? Jawabannya adalah karena sahabat yang jenis begini mempunyai tujuan lain dari diri kita. Mungkin seorang sahabat bisa menjadi sebuah bintang, tapi dalam sisi lain sahabat bisa menjadi siang yang menghilangkan bintang yang timbul pada saat kita sendiri.

Lalu, ada juga sahabat yang setia menjadi matahari siang yang sengaja berusaha untuk menerangi bumi bagi sahabatnya yang kegelapan, tapi disisi lain matahari yang diusahakannya ini, bisa menjadi panas yang terik bagi sahabat lain, ini dikarenakan sahabat yang disinari itu tidak menghargai usaha sahabat yang telah berusaha menyinari sahabatnya yang kegelapan. Ada sahabat yang berusaha untuk menjadi pagi yang setia menjadi menyambut sahabatnya dikala bangun pagi dengan embun bersinar. Dialah yang selalu membangunkan mata sahabatnya yang ketiduran karena kesiangan untuk berangkat bekerja atau sekolah.

Jadi, arti sahabat sungguh penuh kata bila diungkapkan. Terlebih dengan arti begini, sahabat itu adalah orang yang mau merasakan senang dan sakitnya kita. Itulah arti lain sahabat menurut orang yang pernah merasakan sahabat. Pernyataaan yang senada saya ungkapkan disini tentang arti sahabat adalah orang yang mengerti dengan suka dan dukanya sahabatnya yang lain.

Ada sahabat saya masih junior atau lebih pantas dibilang adik kelas saya bertanya.
"Kak, bagaimana sih caranya menjadi sahabat yang baik dan disenangi?" tanyanya.
"Kalau menurut kamu bagaimana?" aku bertanya balik padanya.
"Kalau menurut aku, kita bisa menjadi sahabat yang baik itu harus baik padanya,"katanya.
"Ya, itu benar! Menurut kakak, menjadi sahabat yang baik itu haruslah membaikkan hati kita untuk dia. Setia dalam mendengar semua keluhannya dan tersenyum dalam membaikkan sesama,"jawabku singkat.
"Oh, begitu ya kak! Jadi, intinya berbaik hati ya kak?" katanya.
"Iya. Berbaik hati untuk sesama akan membaikkan sesama apalagi untuk sahabat,"jawabku menambahkan.
"Ya deh, Kak! Makasih ya, Kak!" katanya lagi.
"Ya, sama-sama!" balasku.

Sahabat yang baik itu ada pada kebaikan hati kita untuk menjadi sahabatnya. Membaikkan hati untuk sesama adalah membaikkan hubungan antara kita dengan sahabat yang kita sayangi. Bagi sahabat lain, itu akan membuatnya senang apabila kita bisa bersahabat dengan baik. Jadilah sahabat yang ada dikala suka dan duka. Sayangi mereka yang telah mau membuat kita senang dan berteman dengannya.

Friendship is Piece...
Friendship is Kindly...
Best Moment of Friendship...
Martha Syaflina
Sahabat yang Setia bagi Kehidupannya

Jumat, 23 Desember 2011

Gurauan di Atas Sehelai Tisu


Lembut mengatur suasana damai
Dalam mimpi di alam permai
Inginku menyemai
Bibit padi yang akan tumbuh ramai

Sosokmu yang kaku mengumpat jalanan
Menerbangkan sehelai tisu putih dalam ingatan
Ada bayangmu dalam coretan
Semoga ku bisa menyimpan

Kuda-kudaku telah berlari mengejar
Ketika aku datang untuk belajar
Akulah orang yang tak pernah bersabar
Dalam menggali ilmu sumur yang besar

Sempat dalam ingatan tertulis
Untaian indah garis-garis
Semu beterbangan memiris
Aku tak mau hanya jadi sehelai kertas bertulis
***
Gertakan sebuah senyum
Indah menyingsing kalbu
Gading mesti retak
Sekeras apapun kekokohannya
Dulu nestapa, kini indah, besok apa?

Gertakan sebuah senyum bahagia itu kini terulang
Tumpang tindih tampak wajah nyata
Ini firasat, sebelum semakin jauh
Berhenti!
Jangan kau dekati lagi
Tak mau kau kecewa karena watak ini
Cukup ku kenal kau lewat alunan arusmu
Begitu deras, bahkan aku terbawa oleh alunan itu
***
Pohon pun tak mau menyisakan daun
Ketika musim gugur menyapa hati yang kaku
Kau telah terbawa oleh senyum yang anggun
Mungkin ku kau bawa dalam sejuta lirikan semu

Mungkin ku tak bisa lagi berlari
Menaiki tebingmu yang kokoh
Tapi aku akan coba berdiri
Menghadapmu tanpa roboh

Malam pun bersemi jadi suka
Dalam hirauan juga gurauan kata
Gertakan senyumnya seakan-akan membuka dunia
Aku akan menuju ujung senja

Bisaku tangkap sulitnya sapaanmu
Tapi ku mau kau ringan pada matamu
Iringi langkahku dalam ingatanmu
Ku hanya bisa jadi sebuah kenanganmu
Bukittinggi dan Parabek, 15 November 2011
Martha Syaflina dan M. Arsyad Fuadi

Prosa dalam Sepi


Kehidupan sore mencoba menyapaku dalam hening dan sunyinya alam semesta. Gurauan murai penyambut senja telah berlalu dalam sebuah mimpi pujangga. Tapi, apa boleh buat jika pujangga tak lagi berperi dalam sepi ini? Mungkin dunia hanya tinggal sunyi dalam mimpi. Pernahkah gelap merubah warna hari? Sehingga aku tak berpikir untuk kedua kalinya. Sedih tak mungkin bisa terbagi. Dalam bayang perjalananku, aku terhenti pada batu besar yang memulai langkah hidupku. Aku tak mungkin bisa hidup dalam kekesalan ini.
            Dalam hembusan angin yang sejuk ini aku memulai sandiwara. Bermain dengan kata memuja sang mentari. Sungguh bumiMu tak seperti dulu lagi. Dia telah menumbuhkan sejuta misteri dalam dunia yang tak terbagi. Aku bermenung sendiri dalam kabut suci. Separah apapun negeri akan tetap ku jalani dengan kasih suci.
            Beribu bayang dalam jutaan hamparan lereng yang menghijau. Aku terpaku pada gunung-gunung yang terhampar hijau. Berbentuk bukit-bukit penuh makna. Aku berjalan dalam kesalahan hidup yang merana. Sungguh, hari ini sangat bersahaja. Mungkin aku lupa dengan secepatnya.
            Perlu aku sampaikan pada mentari sore yang menguning, aku ini adalah jiwa yang tegar. Tahan api dan panasnya mentari membakar siang. Mungkin sajak-sajak misteri tak lagi dapat aku sembunyikan. Aku akan teriakkan pada petang yang segera membayang.
            Oh... Sungguh bisa engkau bermain drama. Membuat tubuhku tak mau bergerak dari singgasana. Berhenti pada sebuah kalimat ajaib, membuaikan lagu dari hirupan sunyi. Jari-jari ini membuahkan kata yang tak berperi, nasibku sudah dalam lindungan rindu. Kapan kau akan membuatku tersenyum? Aku akan menunggu nasibku yang kaku.
            Seusai cintaku direnggut orang tak berperilaku, aku sengaja menumpang rindu pada pohon kecil yang melindungiku. Mungkin sajak-sajak ini tak lagi bisa mengubah hari, sampai kau tega membuatku sakit hati. Perjanjian sunyi tak lagi aku hiraukan, akan ku petik dalamnya luka di hati. Kau bisa sampai pada kumpulan awan yang memandangku ngeri. Sungguh kau tak lagi punya cerita hati.
            Dalam kelam bercampur dengan seribu bayangmu, aku berlutut menyampaikan keluhan suci dari langit semu. Aku ini insan yang selalu menunggu dan menunggu. Bisakah kau merasakan detakan jam berlalu untukku? Aku akan hitung setiap menit kau terlambat menghampiriku. Mengkalkulasikan kerugian waktuku dalam detik yang berlalu. Mungkin kau akan malu pada duniamu. Aku akan tersenyum membisu menahan sendu.
            Kata-kataku tak lagi bisa ku ubah menjadi kepingan-kepingan ngerimu. Aku akan selalu tegak berdiri menjumpai setiap helai nafasmu. Bisakah kau menjumpai petang yang telah lama datang? Ke hati sejukku ini, aku berhutang budi. Ku tak mau sendiri lagi esok pagi. Segumpal kata marah tak mudah aku sembuhkan pada gilanya hari ini. Aku telah dimakan gila dari tadi.
            Malu aku pada waktuku yang terbuang, demi menunggu kedatangan yang tak berujung. Aku ingin pulang tapi aku tak mau ini jadi serpihan kecewa di hatimu. Tak ku tuntut harga diri ini memuji, tapi aku telah terlanjur memaki. Mudahnya aku terlempar pada karang yang terbentang, membuatku pasrah pada angin yang menusuk kulitku. Kapan lagi kau akan menusukku dalam sepi? Prosa ini jadi pengantar hatiku yang sakit karenamu. Tak mau lagi aku mengantarkan luka lewat jari manis sang penyair. Aku berusaha untuk menyamadengankan hati ini dengan mendung yang akan bergelayut. Terima kasihku untukmu yang telah membuatku menunggu. Akan aku hargai kedatanganmu dalam setiap helai hidupku.
Perpustakaan Bung Hatta, 18 November 2011
Martha Syaflina
(Menunggumu membuatku membuahkan sejuta kata)

Kamis, 22 Desember 2011

Arch di Jariku


“Dek, siapa aja temen-temenmu yang enak diajak buat penelitian untuk tugas biologi kakak?” tanya Kak Ami lewat pesan singkatnya di handphoneku.
            “Siapa ya, Kak? Oh ya, yang udah kakak ajak siapa aja?” aku balik bertanya.
            “Yang udah itu Fifi, Fira, Wira dan kamu. Trus sapa lagi ya, Dek?” balasnya.
            “Susah juga buat nyebutinnya, Kak! Lebih baik kakak bawa aja penelitiannya ke kelas, ntar pasti ada deh yang mau diteliti. Sip!” kataku membujuk.
            “Oke deh, Dek! Makasih ya!” kata Kak Ami lagi.
            “Ya deh, Kak!” balasku.
            Pesan singkat itu pun berakhir dalam sekejab. Aku kembali bersiap-siap mandi dan berpakaian sekolah. Setelah lama aku bercerita lewat sms dengan Kak Ami. Aku sadar juga jam telah menunjukkan pukul 06.05 WIB. Saatnya untuk berangkat sekolah, tapi aku telah terlambat. Ya sudahlah, kan belum terlambat masuk kelas.
            Wow! Dingin banget pagi itu. Aku meriang kedinginan. Emang bener sih, bulan ini musim dingin. Tapi, kan ini udah diakhir bulan. Musim sekarang sering berubah-ubah. Aku kembali memakai jaket hitam sederhana milik adikku. Dia kebetulan tidak memakainya. Sungguh hangat. Nyaman sekali.
            Sesampai di sekolah, aku disapa Yeni yang kebetulan dia nggak terlambat untuk datang ke sekolah. Sekolah yang sungguh sejuk, terletak di dekat Ngarai Sianok objek wisata dambaan orang Bukittinggi sekitarnya. Aku kembali menyambut senyum Yeni. Ada guratan bahagia yang terukir dari wajahnya saat itu, entah mengapa, aku tidak tahu. Mungkin pagi itu aku tidak dilanda kantuk lagi.
            “Ris,  ada tugas nggak?” tanya Yeni santai.
            “Nggak rasanya. Palingan nanti juga dikasih tugas sama gurunya,” jawabku.
            “Hmm. Eh, aku lagi seneng lho! Hehe...,” cengengesan Yeni.
            “Ciee..ada apa tu?” ledekku datar.
            “Aku udah punya cowok baru. Haha,” tertawanya lepas juga.
            “Ha? Siapa tu?” tanya ku heran.
            “Namanya Adi. Mau tau nggak?” pancingnya.
            “Anak sini atau sekolah lain?” tanyaku penasaran.
            “Anak sini kelas XII IPS 5, dia baik banget!” pujinya kagum.
            “Ya elah! Kamu ini ada-ada aja. Oh ya, nanti ada penelitian dari kakak kelas XII IPA 1, kamu ikut ya!” ajakku spontan.
            “Penelitian apa tu?” Yeni penasaran.
            “Aku juga nggak tahu pasti tentang apanya. Kita liat aja nanti. Oke!” kataku mantap.
            “Oke deh!” jawabnya.
            Peserta didik pun berkeliaran memenuhi lapangan sekolah juga berlalu lalang masuk kelas mereka. Ada yang memanggil teman-temannya, ada juga yang lagi cerita-cerita. Berbagai kegiatan pagi pun dilakukan dengan santai. Kebetulan kelas aku lagi bebas tugas jadi agak santai. Aku kembali disibukkan oleh handphoneku yang berdering, ternyata ada pesan singkat dari Dian dan Irsyad. Dia mengirimi aku puisi yang akan aku balas.
            Bel masuk pun berbunyi. Peserta didik SMAN 4 Bukittinggi pun menuju lapangan upacara  bendera yang letaknya di lapangan atas dari kelas aku. Aku mengajak teman-temanku untuk menuju lapangan. Upacara dimulai dengan pengaturan barisan oleh bapak wakil kesiswaan. Susah juga untuk mengatur barisan itu. Sampai-sampai beliau berteriak keras.
            Tak lama berselang, hanya satu jam. Upacara selesai juga dengan diakhiri pembacaan doa. Aku bergegas memasuki kelas karena lelah berdiri saat upacara. Aku ingin istirahat. Handphoneku berdering lagi. Dari Kak Ami.
            “Dek, kakak ke kelasmu sekarang ya? Mumpung guru-guru rapat,” kata Kak Ami.
            “Iya deh, Kak!” balasku.
            Kak Ami pun datang beserta tim peneliti sederhananya. Dia menyerahkan lembaran penelitian kepadaku dan juga teman-temanku. Dia juga mengarahkan bagaimana cara mengisi lembaran angket itu. Ribet juga tapi asyik. Kelasku pun sempat gaduh dengan kedatangan tim penelitian tersebut karena mereka awalnya bingung dengan angket tersebut.
            Tepat lima belas menit lamanya untuk menyelesaikan penelitian itu, Kak Ami sedikit lega. Hanya saja tinggal sidik jari aja untuk menentukan pola jari tangan orang yang diteliti supaya diketahui jenis apa orang tersebut. Aku pun menyerahkan angket itu secara perlahan.
            “Ini, Kak! Udah selesai. Ada lagi, Kak?” tanyaku senang.
            “Ya! Udah kok. Nggak ada lagi. Makasih ya, Dek!” kata Kak Ami.
            “Iya deh, Kak!” kataku.
            “Oh ya, ini belum sepenuhnya juga sih selesai, masih ada satu tahap lagi. Sidik jarinya belum karena bantalan stempelnya belum ada. Jadi nanti kakak kesini lagi ya buat minta sidik jarinya,” kata Kak Ami menjelaskan.
            “Oke, Kak! Dengan senang hati,” balasku tersenyum.
            Duh! Udah selesai juga guru-gurunya rapat. Saatnya untuk memulai pelajaran. Pelajaran pertama yaitu biologi. Huff! Pelajaran yang membosankan bagiku karena bikin ngantuk. Guru biologinya pakai infokus jadi kita hanya nonton aja sampai ngantuk. Membosankan juga pagi itu.
***
            Sudah dua minggu dari penelitian tersebut, Kak Ami pun datang lagi untuk meminta sidik jari teman-teman kelasku. Aku dapat urutan kelima. Dengan santai aku menekankan jari-jariku ke bantalan stempel yang terletak diatas meja belajar kosong. Kebetulan saat itu, kami mau ujian semester ganjil yang akan mengambil nomor ujian. Sebelumnya juga wakil sarana prasarana menyampaikan bahwa meja-meja itu akan dibawa ke kelas atas untuk diatur. Jadi tak salah kelas berantakan saat itu. Kami pun berkeliaran untuk membantu menyelesai tugas penelitian Kak Ami dan timnya.
            “Dek, kamu lagi. Sinilah! Kakak ajarin gimana caranya,” kata Kak Ami.
            “Eh, iya, Kak!” jawabku agak kaget dengan panggilan itu.
            “Gini, kamu tekan kesepuluh jari-jarimu satu per satu ke bantalan stempel ini, lalu kamu tekan lagi ke kertas yang udah ada kolomnya disini,” kata Kak Ami menunjukkan angket penelitian.
            “Oh gitu, Kak! Aku coba ya,” kataku.
            “Iya deh! Jangan terlalu ditekan ya, ntar garis-garis yang ada pada jarimu itu nggak kelihatan,” kata Kak Ami mengingatkan.
            “Iya, Kak!” kataku.
            “Sip!” balasnya mantap.
            Selesai sidik jari, Kak Ami pun melihat pola jari tangan yang ku miliki. Aku pun meminta penjelasan yang mantap dari jawaban yang diberikan Kak Ami, tapi Kak Ami masih menyembunyikannya, aku penasaran dan ingin bertanya penuh padanya. Tapi sayang, dia lagi sibuk. Dia hanya bisa memberitahu aku pola jari tanganku aja.
            “Risa, sini kakak liat polanya!” panggil Kak Ami.
            “Iya, Kak! Nih!” kataku.
            “Worl, Arch, Arch, Arch, Arch dan Luph. Hmm... Nggg...,” Kak Ami berkata ragu.
            “Ada apa, Kak? Apa maksudnya yang kakak sebutin itu?” kataku penasaran.
            “Nggak! Nggak usah dipikirin ya. Nggak ada apa-apa kok! Santai aja!” katanya tersenyum padaku.
            “Hmm... Ya udah deh!” kataku.
            Aku semakin heran. Saat itu aku juga akan remedial kimia. Aku diajak temanku untuk membahas soal-soal ulangan yang kemaren. Aku tidak konsentrasi lagi. Pikiranku kacau karena aku masih heran dengan tersembunyikan makna buruk dibalik pola Arch yang aku dapatkan sebanyak itu. Aku pun mencoba untuk mencari-cari informasi tapi nggak bisa. Yang hanya bisa menjelaskan hanya Kak Ami dan satu orang temannya lagi. Mereka tidak mau memberiku penjelasan detail. Katanya cuma tidak apa-apa.
            “Kak, emang apa sih artinya yang tadi tu?” kataku balik bertanya.
            “Nggak ada apa-apa kok! Nggak usah dipikirin deh! Buang-buang tenaga aja,” katanya kembali mencoba memudarkan penasaranku.
            “Oke deh! Ntar aku cari aja di internet apa artinya. Kan aku penasaran,” kataku mengambil keputusan.
            “Iya deh! Terserah kamu!” kata Kak Ami pasrah.
            Tiba-tiba, seorang temanku berteriak keras bahwa dia mendapatkan pola worl dalam jumlah yang banyak. Dia tersenyum. Aku pun semakin heran. Tapi, aku akan dapat jawabannya setelah ini.
            “Huiss! Worlnya kesepuluh jari. Pinter banget tuh orangnya,” kata seorang temanku memujinya.
            Temanku yang dipuji pun senyum-senyum aja sendiri. Aku mendengar dengan seksama dan jelas bahwa apabila kita mendapatkan pola worl yang banyak, berarti kita pintar atau penangkapannya bagus. Aku tak percaya dia mendapatkan itu karena nyatanya dia nggak pernah tuntas untuk setiap ulangan bahkan dia sempat ditegur guru apabila dia menyontek pas ulangan.
            Aku kembali meneriaki Kak Ami dengan lantang karena aku telah mendapatkan jawaban dari setiap penasaranku. Aku kesal tapi aku ikhlas dengan hasil itu.
            “Kak... Kak Ami...! Arch itu lemah kan artinya?” tanyaku lantang.
            “Iya, Dek!” katanya sambil mengangguk pelan.
            “Oh itu!” kataku tersenyum.
            Aku kecewa dan mungkin lebih pantasnya disebut tersinggung. Tapi, aku sudah siap dengan semua itu. Aku berpikir sejenak. Berarti penangkapanku lemah tapi aku punya tekad dan usaha yang tinggi untuk membuat diriku menjadi juara dan punya kemampuan yang lebih dan berarti juga aku ini orang hebat karena melawan kelemahan. Tuhan Maha Sempurna.
            Aku pun menyimpan semua kesakitan itu. Tapi, aku tidak lagi memikirkannya. Aku sudah tahu siapa diriku dan bagaimana otakku. Aku siap untuk menjalaninya.
***
            Sesampai di kos, aku mengirim pesan singkat lagi ke Kak Ami. Aku katakan semua yang aku penasaran dari tadi. Aku mohon penjelasan.
            “Kak, kenapa harus malu untuk menyebutkan makna dari pola jari tadi tu. aku memang lemah tentang itu. Tapi, aku pede-pede aja. Jangan bohongi aku deh, Kak!” kataku dalam pesan tersebut.
            “Eh, iya, Dek! Kakak takutnya kamu tersinggung dengan hasil itu, makanya kakak nggak mau kasih tahu. Maaf ya, Dek!” kata Kak Ami membalas.
            “Hmm...! Nggak apa kok, Kak! Santai aja!” balasku.
            “Iya deh!” kata Kak Ami mulai tenang.
            Aku memang sedikit kecewa dan tersinggung tapi aku kan harus mensyukuri kekuranganku itu dengan usaha dan tekadku untuk bisa berhasil. Aku bisa menjadi sukses dengan kekuranganku itu. Kelebihanku adalah pemantap jiwa suksesku. Aku yakin itu tidak akan menggangguku dalam perjalanan hidupku. Aku akan semangat.

Bukittinggi, 10 Desember 2011
Martha Syaflina
(*Penelitian Sidik Jari)