Cinta!
Adalah hal tak asing lagi di telinga sebagian manusia diatas dunia ini... Mereka yang mempunyai cinta akan membutuhkan kasih sayang yang sesungguhnya untuk dijadikan sebuah ketaatan akan cinta. Bisa kita rasakan setiap kehadiran cinta akan membuat kita semakin bersusah untuk mempertahankan. Salah satu hal yang tak bisa dihilangkan dengan cinta adalah kasih yang tulus. Bertahan dengan cinta itulah yang dinamakan pengorbanan.
Ada sebuah kejujuran dari para pecinta di dunia ini yang akan membawa dunia semakin berwarna. Mereka akan membuahkan sebuah keberhasilannya yang dikarenakan oleh cinta. Bersahabat dengan cinta bukanlah hal yang memalukan bagi sebagian kecil orang. Mereka akan membuat orang-orang yang sedih menjadi pribadi yang selalu tersenyum untuk ke depannya.
Ada sebuah keraguan dalam hal yang sama. Mereka yang mempunyai dunia dengan cinta akan berbuat banyak pada usahanya yang sungguh dihargai dengan cinta yang tulus. Orang yang bekerja dengan cinta akan merasakan betapa indahnya hidup dengan sebuah cinta yang damai tanpa ada yang dibencinya dalam pekerjaannya. Itulah orang yang mampu membuat dunia kerja semakin nyata dan bernilai.
Bagi kalangan pelajar, cinta sering diartikan dengan rasa suka kepada lawan jenis sehingga mereka akan mengupdate setiap status facebook yang berisikan bahwa dia sangat cinta si "Dia". Padahal, semua itu hanya tipu muslihat hati mereka yang hanya mencintai sementara. Cinta dalam kalangan pelajar sebaiknya dengan cinta yang sekedarnya tapi dalam dan bermakna. Berbagi dengan cinta dengan teman akan terasa indah.
Belajar dengan cinta membuat semua pelajaran hidup semakin dinikmati dan bernilai positif. Tak ada salahnya jika kita bisa bercinta dengan kehidupan kita yang semakin hari semakin dilanda kesulitan yang akan berakhir masalah.
Ucapkanlah kata "TERIMA KASIH" kepada cinta yang telah menghampiri Anda pada setiap langkah dan liku kehidupan Anda. Sesungguhnya tanpa cinta hidup tak bermakna dan tidak pula berwarna. Cintailah setiap aktivitas dan pekerjaan yang Anda lakukan.
Martha Syaflina
Salam Cinta buat Sahabat yang sedang dalam Perjalanan
Sahabat!
Dia mempunyai arti yang menarik untuk dikupas sacara
tuntas tapi dunia tak pernah tuntas membahasnya dalam liku seorang
sahabat yang semakin bingung ditimpa masalah dengan sahabatnya. Boleh
dikatakan bahwa sahabat bisa menjadi teman hati yang tak terlupakan
bahkan bisa menjadi teman yang sehati juga senasib dengan kita. Tapi,
ada disisi lain bahwa sahabat menjadi penghancur baginya. Mengapa?
Jawabannya adalah karena sahabat yang jenis begini mempunyai tujuan lain
dari diri kita. Mungkin seorang sahabat bisa menjadi sebuah bintang,
tapi dalam sisi lain sahabat bisa menjadi siang yang menghilangkan
bintang yang timbul pada saat kita sendiri.
Lalu, ada juga sahabat
yang setia menjadi matahari siang yang sengaja berusaha untuk menerangi
bumi bagi sahabatnya yang kegelapan, tapi disisi lain matahari yang
diusahakannya ini, bisa menjadi panas yang terik bagi sahabat lain, ini
dikarenakan sahabat yang disinari itu tidak menghargai usaha sahabat
yang telah berusaha menyinari sahabatnya yang kegelapan. Ada sahabat
yang berusaha untuk menjadi pagi yang setia menjadi menyambut sahabatnya
dikala bangun pagi dengan embun bersinar. Dialah yang selalu
membangunkan mata sahabatnya yang ketiduran karena kesiangan untuk
berangkat bekerja atau sekolah.
Jadi, arti sahabat sungguh penuh
kata bila diungkapkan. Terlebih dengan arti begini, sahabat itu adalah
orang yang mau merasakan senang dan sakitnya kita. Itulah arti lain
sahabat menurut orang yang pernah merasakan sahabat. Pernyataaan yang
senada saya ungkapkan disini tentang arti sahabat adalah orang yang
mengerti dengan suka dan dukanya sahabatnya yang lain.
Ada sahabat
saya masih junior atau lebih pantas dibilang adik kelas saya bertanya.
"Kak,
bagaimana sih caranya menjadi sahabat yang baik dan disenangi?"
tanyanya.
"Kalau menurut kamu bagaimana?" aku bertanya balik
padanya.
"Kalau menurut aku, kita bisa menjadi sahabat yang baik
itu harus baik padanya,"katanya.
"Ya, itu benar! Menurut kakak,
menjadi sahabat yang baik itu haruslah membaikkan hati kita untuk dia.
Setia dalam mendengar semua keluhannya dan tersenyum dalam membaikkan
sesama,"jawabku singkat.
"Oh, begitu ya kak! Jadi, intinya berbaik
hati ya kak?" katanya.
"Iya. Berbaik hati untuk sesama akan
membaikkan sesama apalagi untuk sahabat,"jawabku menambahkan.
"Ya
deh, Kak! Makasih ya, Kak!" katanya lagi.
"Ya, sama-sama!"
balasku.
Sahabat yang baik itu ada pada kebaikan hati kita untuk
menjadi sahabatnya. Membaikkan hati untuk sesama adalah membaikkan
hubungan antara kita dengan sahabat yang kita sayangi. Bagi sahabat
lain, itu akan membuatnya senang apabila kita bisa bersahabat dengan
baik. Jadilah sahabat yang ada dikala suka dan duka. Sayangi mereka yang
telah mau membuat kita senang dan berteman dengannya.
Friendship
is Piece... Friendship is Kindly... Best Moment of Friendship...
Kehidupan sore
mencoba menyapaku dalam hening dan sunyinya alam semesta. Gurauan murai
penyambut senja telah berlalu dalam sebuah mimpi pujangga. Tapi, apa boleh buat
jika pujangga tak lagi berperi dalam sepi ini? Mungkin dunia hanya tinggal
sunyi dalam mimpi. Pernahkah gelap merubah warna hari? Sehingga aku tak berpikir
untuk kedua kalinya. Sedih tak mungkin bisa terbagi. Dalam bayang perjalananku,
aku terhenti pada batu besar yang memulai langkah hidupku. Aku tak mungkin bisa
hidup dalam kekesalan ini.
Dalam hembusan angin yang sejuk ini
aku memulai sandiwara. Bermain dengan kata memuja sang mentari. Sungguh bumiMu
tak seperti dulu lagi. Dia telah menumbuhkan sejuta misteri dalam dunia yang
tak terbagi. Aku bermenung sendiri dalam kabut suci. Separah apapun negeri akan
tetap ku jalani dengan kasih suci.
Beribu bayang dalam jutaan hamparan
lereng yang menghijau. Aku terpaku pada gunung-gunung yang terhampar hijau.
Berbentuk bukit-bukit penuh makna. Aku berjalan dalam kesalahan hidup yang
merana. Sungguh, hari ini sangat bersahaja. Mungkin aku lupa dengan secepatnya.
Perlu aku sampaikan pada mentari
sore yang menguning, aku ini adalah jiwa yang tegar. Tahan api dan panasnya
mentari membakar siang. Mungkin sajak-sajak misteri tak lagi dapat aku
sembunyikan. Aku akan teriakkan pada petang yang segera membayang.
Oh... Sungguh bisa engkau bermain
drama. Membuat tubuhku tak mau bergerak dari singgasana. Berhenti pada sebuah
kalimat ajaib, membuaikan lagu dari hirupan sunyi. Jari-jari ini membuahkan
kata yang tak berperi, nasibku sudah dalam lindungan rindu. Kapan kau akan
membuatku tersenyum? Aku akan menunggu nasibku yang kaku.
Seusai cintaku direnggut orang tak
berperilaku, aku sengaja menumpang rindu pada pohon kecil yang melindungiku. Mungkin
sajak-sajak ini tak lagi bisa mengubah hari, sampai kau tega membuatku sakit
hati. Perjanjian sunyi tak lagi aku hiraukan, akan ku petik dalamnya luka di
hati. Kau bisa sampai pada kumpulan awan yang memandangku ngeri. Sungguh kau
tak lagi punya cerita hati.
Dalam kelam bercampur dengan seribu
bayangmu, aku berlutut menyampaikan keluhan suci dari langit semu. Aku ini
insan yang selalu menunggu dan menunggu. Bisakah kau merasakan detakan jam
berlalu untukku? Aku akan hitung setiap menit kau terlambat menghampiriku.
Mengkalkulasikan kerugian waktuku dalam detik yang berlalu. Mungkin kau akan
malu pada duniamu. Aku akan tersenyum membisu menahan sendu.
Kata-kataku tak lagi bisa ku ubah
menjadi kepingan-kepingan ngerimu. Aku akan selalu tegak berdiri menjumpai
setiap helai nafasmu. Bisakah kau menjumpai petang yang telah lama datang? Ke
hati sejukku ini, aku berhutang budi. Ku tak mau sendiri lagi esok pagi.
Segumpal kata marah tak mudah aku sembuhkan pada gilanya hari ini. Aku telah
dimakan gila dari tadi.
Malu aku pada waktuku yang terbuang,
demi menunggu kedatangan yang tak berujung. Aku ingin pulang tapi aku tak mau
ini jadi serpihan kecewa di hatimu. Tak ku tuntut harga diri ini memuji, tapi
aku telah terlanjur memaki. Mudahnya aku terlempar pada karang yang terbentang,
membuatku pasrah pada angin yang menusuk kulitku. Kapan lagi kau akan menusukku
dalam sepi? Prosa ini jadi pengantar hatiku yang sakit karenamu. Tak mau lagi
aku mengantarkan luka lewat jari manis sang penyair. Aku berusaha untuk menyamadengankan
hati ini dengan mendung yang akan bergelayut. Terima kasihku untukmu yang telah
membuatku menunggu. Akan aku hargai kedatanganmu dalam setiap helai hidupku.
“Dek, siapa aja temen-temenmu yang enak diajak buat
penelitian untuk tugas biologi kakak?” tanya Kak Ami lewat pesan singkatnya di handphoneku.
“Siapa
ya, Kak? Oh ya, yang udah kakak ajak siapa aja?” aku balik bertanya.
“Yang
udah itu Fifi, Fira, Wira dan kamu. Trus sapa lagi ya, Dek?” balasnya.
“Susah
juga buat nyebutinnya, Kak! Lebih baik kakak bawa aja penelitiannya ke kelas,
ntar pasti ada deh yang mau diteliti. Sip!” kataku membujuk.
“Oke
deh, Dek! Makasih ya!” kata Kak Ami lagi.
“Ya deh,
Kak!” balasku.
Pesan
singkat itu pun berakhir dalam sekejab. Aku kembali bersiap-siap mandi dan
berpakaian sekolah. Setelah lama aku bercerita lewat sms dengan Kak Ami. Aku
sadar juga jam telah menunjukkan pukul 06.05 WIB. Saatnya untuk berangkat
sekolah, tapi aku telah terlambat. Ya sudahlah, kan belum terlambat masuk
kelas.
Wow!
Dingin banget pagi itu. Aku meriang kedinginan. Emang bener sih, bulan ini
musim dingin. Tapi, kan ini udah diakhir bulan. Musim sekarang sering
berubah-ubah. Aku kembali memakai jaket hitam sederhana milik adikku. Dia
kebetulan tidak memakainya. Sungguh hangat. Nyaman sekali.
Sesampai
di sekolah, aku disapa Yeni yang kebetulan dia nggak terlambat untuk datang ke
sekolah. Sekolah yang sungguh sejuk, terletak di dekat Ngarai Sianok objek
wisata dambaan orang Bukittinggi sekitarnya. Aku kembali menyambut senyum Yeni.
Ada guratan bahagia yang terukir dari wajahnya saat itu, entah mengapa, aku
tidak tahu. Mungkin pagi itu aku tidak dilanda kantuk lagi.
“Ris,ada tugas nggak?” tanya Yeni santai.
“Nggak
rasanya. Palingan nanti juga dikasih tugas sama gurunya,” jawabku.
“Hmm.
Eh, aku lagi seneng lho! Hehe...,” cengengesan Yeni.
“Anak
sini kelas XII IPS 5, dia baik banget!” pujinya kagum.
“Ya
elah! Kamu ini ada-ada aja. Oh ya, nanti ada penelitian dari kakak kelas XII
IPA 1, kamu ikut ya!” ajakku spontan.
“Penelitian
apa tu?” Yeni penasaran.
“Aku
juga nggak tahu pasti tentang apanya. Kita liat aja nanti. Oke!” kataku mantap.
“Oke
deh!” jawabnya.
Peserta
didik pun berkeliaran memenuhi lapangan sekolah juga berlalu lalang masuk kelas
mereka. Ada yang memanggil teman-temannya, ada juga yang lagi cerita-cerita.
Berbagai kegiatan pagi pun dilakukan dengan santai. Kebetulan kelas aku lagi
bebas tugas jadi agak santai. Aku kembali disibukkan oleh handphoneku yang berdering, ternyata ada pesan singkat dari Dian
dan Irsyad. Dia mengirimi aku puisi yang akan aku balas.
Bel
masuk pun berbunyi. Peserta didik SMAN 4 Bukittinggi pun menuju lapangan
upacarabendera yang letaknya di
lapangan atas dari kelas aku. Aku mengajak teman-temanku untuk menuju lapangan.
Upacara dimulai dengan pengaturan barisan oleh bapak wakil kesiswaan. Susah
juga untuk mengatur barisan itu. Sampai-sampai beliau berteriak keras.
Tak lama
berselang, hanya satu jam. Upacara selesai juga dengan diakhiri pembacaan doa.
Aku bergegas memasuki kelas karena lelah berdiri saat upacara. Aku ingin
istirahat. Handphoneku berdering
lagi. Dari Kak Ami.
“Dek,
kakak ke kelasmu sekarang ya? Mumpung guru-guru rapat,” kata Kak Ami.
“Iya
deh, Kak!” balasku.
Kak Ami
pun datang beserta tim peneliti sederhananya. Dia menyerahkan lembaran
penelitian kepadaku dan juga teman-temanku. Dia juga mengarahkan bagaimana cara
mengisi lembaran angket itu. Ribet juga tapi asyik. Kelasku pun sempat gaduh
dengan kedatangan tim penelitian tersebut karena mereka awalnya bingung dengan
angket tersebut.
Tepat
lima belas menit lamanya untuk menyelesaikan penelitian itu, Kak Ami sedikit
lega. Hanya saja tinggal sidik jari aja untuk menentukan pola jari tangan orang
yang diteliti supaya diketahui jenis apa orang tersebut. Aku pun menyerahkan
angket itu secara perlahan.
“Ini,
Kak! Udah selesai. Ada lagi, Kak?” tanyaku senang.
“Ya!
Udah kok. Nggak ada lagi. Makasih ya, Dek!” kata Kak Ami.
“Iya
deh, Kak!” kataku.
“Oh ya,
ini belum sepenuhnya juga sih selesai, masih ada satu tahap lagi. Sidik jarinya
belum karena bantalan stempelnya belum ada. Jadi nanti kakak kesini lagi ya
buat minta sidik jarinya,” kata Kak Ami menjelaskan.
“Oke,
Kak! Dengan senang hati,” balasku tersenyum.
Duh!
Udah selesai juga guru-gurunya rapat. Saatnya untuk memulai pelajaran.
Pelajaran pertama yaitu biologi. Huff! Pelajaran yang membosankan bagiku karena
bikin ngantuk. Guru biologinya pakai infokus jadi kita hanya nonton aja sampai
ngantuk. Membosankan juga pagi itu.
***
Sudah
dua minggu dari penelitian tersebut, Kak Ami pun datang lagi untuk meminta
sidik jari teman-teman kelasku. Aku dapat urutan kelima. Dengan santai aku
menekankan jari-jariku ke bantalan stempel yang terletak diatas meja belajar
kosong. Kebetulan saat itu, kami mau ujian semester ganjil yang akan mengambil
nomor ujian. Sebelumnya juga wakil sarana prasarana menyampaikan bahwa
meja-meja itu akan dibawa ke kelas atas untuk diatur. Jadi tak salah kelas
berantakan saat itu. Kami pun berkeliaran untuk membantu menyelesai tugas
penelitian Kak Ami dan timnya.
“Dek,
kamu lagi. Sinilah! Kakak ajarin gimana caranya,” kata Kak Ami.
“Eh,
iya, Kak!” jawabku agak kaget dengan panggilan itu.
“Gini,
kamu tekan kesepuluh jari-jarimu satu per satu ke bantalan stempel ini, lalu
kamu tekan lagi ke kertas yang udah ada kolomnya disini,” kata Kak Ami
menunjukkan angket penelitian.
“Oh
gitu, Kak! Aku coba ya,” kataku.
“Iya
deh! Jangan terlalu ditekan ya, ntar garis-garis yang ada pada jarimu itu nggak
kelihatan,” kata Kak Ami mengingatkan.
“Iya,
Kak!” kataku.
“Sip!”
balasnya mantap.
Selesai
sidik jari, Kak Ami pun melihat pola jari tangan yang ku miliki. Aku pun
meminta penjelasan yang mantap dari jawaban yang diberikan Kak Ami, tapi Kak
Ami masih menyembunyikannya, aku penasaran dan ingin bertanya penuh padanya.
Tapi sayang, dia lagi sibuk. Dia hanya bisa memberitahu aku pola jari tanganku
aja.
“Risa,
sini kakak liat polanya!” panggil Kak Ami.
“Iya,
Kak! Nih!” kataku.
“Worl,
Arch, Arch, Arch, Arch dan Luph. Hmm... Nggg...,” Kak Ami berkata ragu.
“Ada
apa, Kak? Apa maksudnya yang kakak sebutin itu?” kataku penasaran.
“Nggak!
Nggak usah dipikirin ya. Nggak ada apa-apa kok! Santai aja!” katanya tersenyum
padaku.
“Hmm...
Ya udah deh!” kataku.
Aku semakin
heran. Saat itu aku juga akan remedial kimia. Aku diajak temanku untuk membahas
soal-soal ulangan yang kemaren. Aku tidak konsentrasi lagi. Pikiranku kacau
karena aku masih heran dengan tersembunyikan makna buruk dibalik pola Arch yang
aku dapatkan sebanyak itu. Aku pun mencoba untuk mencari-cari informasi tapi
nggak bisa. Yang hanya bisa menjelaskan hanya Kak Ami dan satu orang temannya
lagi. Mereka tidak mau memberiku penjelasan detail. Katanya cuma tidak apa-apa.
“Kak,
emang apa sih artinya yang tadi tu?” kataku balik bertanya.
“Nggak
ada apa-apa kok! Nggak usah dipikirin deh! Buang-buang tenaga aja,” katanya
kembali mencoba memudarkan penasaranku.
“Oke
deh! Ntar aku cari aja di internet apa artinya. Kan aku penasaran,” kataku
mengambil keputusan.
“Iya
deh! Terserah kamu!” kata Kak Ami pasrah.
Tiba-tiba,
seorang temanku berteriak keras bahwa dia mendapatkan pola worl dalam jumlah
yang banyak. Dia tersenyum. Aku pun semakin heran. Tapi, aku akan dapat
jawabannya setelah ini.
“Huiss!
Worlnya kesepuluh jari. Pinter banget tuh orangnya,” kata seorang temanku
memujinya.
Temanku
yang dipuji pun senyum-senyum aja sendiri. Aku mendengar dengan seksama dan
jelas bahwa apabila kita mendapatkan pola worl yang banyak, berarti kita pintar
atau penangkapannya bagus. Aku tak percaya dia mendapatkan itu karena nyatanya
dia nggak pernah tuntas untuk setiap ulangan bahkan dia sempat ditegur guru
apabila dia menyontek pas ulangan.
Aku
kembali meneriaki Kak Ami dengan lantang karena aku telah mendapatkan jawaban
dari setiap penasaranku. Aku kesal tapi aku ikhlas dengan hasil itu.
“Kak...
Kak Ami...! Arch itu lemah kan artinya?” tanyaku lantang.
“Iya,
Dek!” katanya sambil mengangguk pelan.
“Oh
itu!” kataku tersenyum.
Aku
kecewa dan mungkin lebih pantasnya disebut tersinggung. Tapi, aku sudah siap
dengan semua itu. Aku berpikir sejenak. Berarti penangkapanku lemah tapi aku
punya tekad dan usaha yang tinggi untuk membuat diriku menjadi juara dan punya
kemampuan yang lebih dan berarti juga aku ini orang hebat karena melawan
kelemahan. Tuhan Maha Sempurna.
Aku pun
menyimpan semua kesakitan itu. Tapi, aku tidak lagi memikirkannya. Aku sudah
tahu siapa diriku dan bagaimana otakku. Aku siap untuk menjalaninya.
***
Sesampai
di kos, aku mengirim pesan singkat lagi ke Kak Ami. Aku katakan semua yang aku
penasaran dari tadi. Aku mohon penjelasan.
“Kak,
kenapa harus malu untuk menyebutkan makna dari pola jari tadi tu. aku memang
lemah tentang itu. Tapi, aku pede-pede aja. Jangan bohongi aku deh, Kak!”
kataku dalam pesan tersebut.
“Eh,
iya, Dek! Kakak takutnya kamu tersinggung dengan hasil itu, makanya kakak nggak
mau kasih tahu. Maaf ya, Dek!” kata Kak Ami membalas.
“Hmm...!
Nggak apa kok, Kak! Santai aja!” balasku.
“Iya
deh!” kata Kak Ami mulai tenang.
Aku
memang sedikit kecewa dan tersinggung tapi aku kan harus mensyukuri kekuranganku
itu dengan usaha dan tekadku untuk bisa berhasil. Aku bisa menjadi sukses
dengan kekuranganku itu. Kelebihanku adalah pemantap jiwa suksesku. Aku yakin
itu tidak akan menggangguku dalam perjalanan hidupku. Aku akan semangat.